www.zejournal.mobi
Minggu, 19 Mei 2024

Pasukan Junta Myanmar Bunuh 11 Anak SD, Unicef Mengutuk

Penulis : Ian - Publica News | Editor : Anty | Kamis, 22 September 2022 10:39

Dua helikopter jenis Mi-35 itu mendadak terbang rendah di Desa Let Yet Kone, Tabayin, Myanmar, Senin (19/9) pagi. Persis di atas sebuah bangunan sekolah dasar, keduanya memuntahkan peluru, sejam lamanya.

Suara anak-anak histeris bersahutan dengan desingan peluru. Atap dan tiang-tiang bangunan SD itu hancur. Sebanyak 11 anak tewas dan 17 lainnya terluka, termasuk 4 orang guru.

"Jika mereka membunuh kami, saya dapat menerimanya karena kami melawan mereka. Tapi yang mereka bunuh itu anak-anak di sekolah. Itu tidak bisa diterima," kata Bo Kyar Gyi, pemimpin Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) Sagaing, kepada The Irrawaddy, Selasa (20/9).

Dana Anak-anak PBB (Uincef) Myanmar menghitung ada 15 murid SD lainnya yang belum ditemukan. Dalam pernyataan mereka, serangan terhadap murid sekolah ini merupakan yang paling brutal sejak militer melakukan kudeta pada 1 Februari 2021.

"Mereka anak-anak sekolah, diserang secara membabi buta, di tempat paling aman di desanya," ujar Unicef.

Sekolah tersebut berada di kompleks Biara Maha Dhammaranthi. Ada bangunan SD dan Taman Kanak-Kanak (TK). Junta dalam pernyataannya mengatakan di lokasi tersebut bersembunyi PDF Sagaing. Tapi nyatanya tidak satu pun tentara perlawanan sipil ada di sana.

Menurut saksi mata, sebetulnya ada empat helikopter junta, dua unit mendarat dan dua lainnya menembaki dari udara. Tentara mengerahkan 30 personel yang mengepung bangunan sekolah tersebut.

"Mereka menembakkan roket dan kemudian senapan mesin selama hampir satu jam terus-menerus. Dua helikopter melayang di atas dan menyerang kami dari kedua sisi. Selama satu jam, tidak ada yang bisa kami lakukan," salah satu orang tua murid yang menyaksikan serangan itu mengatakan kepada laman RFA Burma.

Sumber yang disembunyikan identitasnya itu mendengar para guru berteriak agar pasukan junta menghentikan tembakan. Tapi tentara bergeming.

"Saya melihat sekilas anak-anak berlarian keluar dari Taman Kanak-Kanak. Ada yang terpincang-pincang, ada yang berlumuran darah. Ada banyak anak yang berlumuran darah," ia bercerita.

Saksi mata mengatakan tentara yang menyerbu sekolah itu dari Batalyon Infanteri Ringan 368, di bawah Komando Operasi Militer 10 yang berbasis di Desa Kyi Kone, Kota Sagaing Kale. Sebagian besar mereka bercelana pendek atau celana olahraga militer.

Orang tua lain, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan ada 31 guru dan 211 siswa di kompleks sekolah itu ketika diserang.

Penduduk Tabayin mengatakan kepada RFA bahwa pasukan menahan 15 orang, termasuk sembilan siswa yang terluka, tiga guru, dan tiga penduduk desa. Pasukan junta mengubur beberapa mayat di kotapraja Ye-U alih-alih mengembalikan mereka kepada keluarga.

Bangunan sekolah itu hampir hancur, udara bau darah menyengat. Kementerian Pendidikan Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG) mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan itu sebagai 'kejahatan perang yang brutal dan tanpa ampun.'

"Ini adalah contoh betapa seriusnya mereka melanggar hak-hak anak, seperti kebebasan pendidikan dan kebebasan berpikir," ujar Wakil Menteri Pendidikan NUG Sai Khaing Myo Tun.

NUG menyerukan dunia internasional mengambil tindakan terhadap rezim militer sesuai dengan hukum internasional. "Tidak ada negara di dunia yang membunuh anak-anak, terutama anak-anak sekolah dasar. Ini adalah tindakan terorisme," Myo Tun menandaskan.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar