www.zejournal.mobi
Sabtu, 27 Juli 2024

Setelah Perang Irak, Monsanto, Cargill & Dow Chemical mengambil alih pertanian Irak

Penulis : Kit O'Connel | Editor : Samus | Rabu, 25 Mei 2016 18:03

Sebagai buntut dari Perang Irak, industri benih dan pertanian Irak dihancurkan oleh perusahaan-perusahaan AS, dengan bantuan dari pemerintah AS.

Pada bulan Mei 2003, setelah perang tersebut secara resmi berkhir, diplomat AS Paul Bremer menjadi kepala otoritas kerja, pada dasarnya mengendalikan pemerintah Irak. Ia mengeluarkan 100 perintah yang mengatur strategi untuk membangun kembali upaya-upaya, termasuk Perintah 81, “Paten, Desain Industri, Informasi Tertutup, Sirkuit Terpadu dan Hukum Varietas Tanaman.”

“Sebelum tahun 2003 mereka memiliki industri benih yang berfungsi dan dikendalikan di pusat yang telah mengembangkan selama bertahun-tahun sebuah biji varietas dari hampir seluruh gandum yang tersedia di dunia saat ini,” katanya.

Wasfi mengatakan bahwa para petani Irak mencapai hasil ini dengan mengikuti tradisi kuno yang termasuk menyimpan, menanam kembali dan berbagi benih dari hasil panen sebelumnya. Para sejarawan setuju pertanian yang kita tahu saat ini, termasuk teknik penyimpanan benih ini, berasal dari zaman kuno, sekitar 5000 SM, di wilayah Timur Tengah yang mencakup modern Irak.

Tapi pada tahun 2005, Irak menyediakan hanya 4% dari kebutuhan benih ini, Wasfi mengataka, menjelaskan bahwa di bawah Perintah 81, “petani Irak tidak diperbolehkan untuk menyimpan benih, mereka tidak diperbolehkan untuk berbagi benih dan mereka tidak diperbolehkan untuk menanam kembali benih yang dipanen.”

Ia juga menunjuk kepada tahun-tahun peperangan yang dijalankan oleh AS dan sanksi-sanksi sebagai faktor kunci lainnya runtuhnya industri benih yang asli.

Sebuah video dari pidato Wasfi, yang dirilis pada tanggal 13 Mei, telah menerima penonton lebih dari 1.115.000 pada halaman Facebook “Our Amazing World” pada hari Kamis siang. Perhatian yang banyak ini mungkin sebagian karena Aksi tahunan terhadap Monsanto setiap tanggal 4 Maret, yang berlangsung di lebih dari 40 negara pada tanggal 21 Mei. Perang Irak dan konsekuensi-konsekuensi yang merusak juga telah menjadi subjek perdebatan yang diulang selama periode sampai pemilu AS 2016.

Dalam pidatonya, Wasfi mengklaim bahwa Monsanto akan memasarkan benih dengan “gen terminator”, yang mencegah benih-benih ini ditanam kembali di masa depan, kepada para petani Irak. Sementara Monsanto memiliki paten untuk teknologi ini, pihaknya belum menggunakannya, lebih memilih untuk meminta royalti ketika material genetik Monsanto ditemukan dalam tanaman para petani ini.

Wasfi juga menjelaskan bahwa Perintah 81 ini membuka pintu bagi raksasa pertanian internasional lainnya seperti Cargil Inc, Dow Chemical dan Monsanto (perusahaan-perusahaan yang mendapatkan keuntungan dari benih-benih yang direkayasa secara genetika dan pestisida khusus yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan penggunaannya. Pemerintahan Bush menunjuk Daniel Amstutz, mantan wakil presiden Cargill, untuk memimpin upaya untuk membuat industri pertanian Irak lebih ramah terhadap Wall Street.

“Mereka membutuhkan sebuah tempat, laboratorium untuk mencoba mainan baru mereka,” saran Wasfi.

Pada saat yang sama, Irak menghadapi tingkat kelaparan yang tinggi. Pada tahun 2005, para ahli HAM di PBB melaporkan bahwa sekitar 25% anak-anak Irak secara teratur tidak memiliki makanan yang cukup, sementara 7,7% lainnya mengalami kekurangan gizi yang akut.

Perintah 81 ini memperbolehkan Monsanto untuk mempromosikan manfaat dari benihnya bagi populasi yang menderita tanpa memperingati para petani pada kemungkinan resiko keuangan. Menulis untuk Alternet mengenai sebuah epidemi bunuh diri di kalangan petani India pada tahun 2007, Nancy Scola menyoroti persamaan antara proses yang berlangsung di Irak dan India.

“Pertanian merupakan sebuah pertaruhan, dan sisi lain dari potensi hasil yang besar yang ditawarkan oleh benih yang direkayasa secara genetika tersebut adalah, tentunya, resiko yang besar. Ketika berjalan dengan buruk, para petani yang telah menaruh uangnya ke dalam pertanian Monsanto menemukan bahwa diri mereka sendiri terpuruk di lubang yang lebih dalam dari para petani yang tetap melakukan pertanian tradisional. Para petani yang gagal panen hampir tidak mungkin untuk membuat pinjaman baru baik dari bank atau rentenir lokal. Tanpa adanya uang untuk menarik dirinya sendiri dari lubang, lubang tersebut hanya akan menjadi semakin dalam.”

Wasfi menjelaskan bahwa pilihan bibit agribisnis raksasa pertanian ini memperburuk krisis pangan di Irak: “Mereka memberi para petani Irak enam jenis gandum untuk ditanam, hanya enam. Tiga di antaranya adalah gandum untuk pasta. Rakyat Irak tidak memakan pasta.”

“Jadi, sebuah populasi yang kelaparan ini diberikan bibit untuk membuat setengah dari produksi mereka untuk diekspor. Siapa yang akan mendapatkan keuntungan dari ini? Bukan rakyat Irak.”

Menyebut bahwa proses tersebut “memuakkan dan salah”, Wasfi menyimpulkan: “Ini menyebabkan kelaparan, yang mendorong orang-orang menjadi tergantung pada setiap remah-remah yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan ini kepada mereka.”


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar