www.zejournal.mobi
Sabtu, 27 Juli 2024

Fenomena 'Cagongjok', Nongkrong dan Kerja di Kafe Tapi Kesepian

Penulis : Ian Publica News | Editor : Anty | Selasa, 27 Juni 2023 12:06

Seoul - Korea Selatan bukan tempat kelahiran budaya ngopi dan kafe. Namun keranjingan anak-anak muda pergi ke kafe saat ini luar biasa, menyaingi kiblat kafe dunia seperti Italia dan Prancis.

Mudah sekali menemukan gerai kopi di setiap sudut Seoul dan kota-kota lain di Korsel. Pemandangan umum di tempat-tempat ini adalah orang-orang yang menempati meja dengan kopi dan kue, ngobrol, bermain ponsel, atau bahkan asyik bekerja dengan laptopnya.

Di Korsel, orang-orang ini disebut 'Cagongjok', gabungan dari kata 'cafe', 'gongbu' (belajar), dan 'jok' (gerombolan). Terjemahan bebasnya adalah 'orang-orang yang belajar di kafe'.

Baru-baru ini muncul keluhan seorang pemilik kafe karena ada beberapa pelanggan bukan saja membawa laptop, tetapi juga sekaligus printer. Seolah-olah kafe milik nenek moyangnya, menjadi kantor darurat. Berapa daya listrik mereka habiskan?

Choi, bukan nama sebenarnya, hampir setiap hari ke kafe untuk mengerjakan tugas. Apartemen studio miliknya terlalu sempit untuk bekerja, hanya cocok untuk tidur.

"Saya selalu menyerah pada kemalasan," katanya kepada The Korea Herald, Selasa (20/6). "Kafe bebas dari gangguan rumah," ia menambahkan.

Kim (20), pekerja kantor, merasa kamarnya terlalu pengap untuk melakukan aktivitas produktif. Di kafe, ia menemukan suasana yang menumbuhkan kreativitas.

"Diantara orang-orang yang juga sedang belajar dan bekerja membantu saya tetap fokus," ujar Kim.

Berada di antara suasana komunal, tapi mereka 'kesepian', masing-masing terbenam dalam kesibukannya -- nyaris paradoks. Mereka berada di suasana sosial kafe, tapi tidak saling menyapa.

Menurut Lee Eun-hee, profesor studi konsumen di Universitas Inha, generasi muda menemukan lingkungan sosial di kafe. Tapi mereka sesungguhnya tidak berinteraksi. "Tidak ada interaksi interpersonal langsung," katanya.

"Berada di antara pengunjung kafe, tapi mereka menciptakan ruang fisik dan psikologis sendiri untuk belajar, dengan bantuan headphone peredam bising," Eun-hee menjelaskan.

Kafe tidak hanya populer di kalangan pelajar dan mahasiswa, tetapi juga di kalangan usia 20-an dan 30-an. Mereka adalah generasi MZ, mengacu pada milenial dan Generasi Z yang lahir antara tahun 1981 dan 2005.

Sebuah survei Universitas Inhan menunjukkan 3 dari 5 pengunjung pergi kafe untuk bekerja dan belajar. Profesor Eun-hee menjelaskan fenomena Cagongjok muncul sebagai reaksi atas jam kerja dan ruang kerja yang fleksibel di era digital. Kemajuan teknologi membuat Generasi MZ bisa belajar dan bekerja di mana saja dan kapan saja.

Namun, fenomena Cagongjok sekaligus juga mengancam bisnis kafe. Menurut survei Hankook Research pada 2021, sebanyak 60 persen dari 1.000 responden mengaku ke kafe membawa gadget. Mereka numpang nyetrum atau mengisi daya secara gratis di kafe.

Yoo (28), mahasiswa pascasarjana, mengaku biasa berada di kafe 3-4 jam. Ia menghabiskan sekitar 4.500 won, sekitar Rp 50 ribu, untuk segelas kopi Americano dan sepotong kue setiap ke kafe.

Padahal, menurut Park, seorang pemilik kafe, secara bisnis impas jika seorang pengunjung membelanjakan 4.100 won untuk 1 jam 42 menit. Ia tekor jika banyak pengunjung seperti Yoo.

"Kafe ramai, tetapi secara bisnis merugi. Biaya utilitas kini tinggi," kata Park, pemilik kafe di dekat sebuah kampus di Seoul.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar