www.zejournal.mobi
Jumat, 29 Maret 2024

Setahun Rezim Taliban: Potret Perempuan dan Kemiskinan Afghanistan

Penulis : Ian - Publica News | Editor : Anty | Selasa, 16 Agustus 2022 16:06

Setahun persis setelah Taliban mengambil alih pemerintahan Afghanistan, Bandara Internasional Hamid Karzai di ibukota Kabul tampak bersih. Pada 15 Agustus 2021, bandara ini kacau balau.

Ketika itu terjadi gelombang panik orang-orang yang putus asa untuk melarikan diri. Sekarang, bendera putih Taliban berkibar ditiup angin musim panas. Para perempuan berjilbab cokelat dan gamis hitam bertugas di bagian cap paspor.

Apa yang ada di balik pintu gerbang menuju jantung Afghanistan itu? Sebuah pesan dari seorang wanita diterima jurnalis BBC.

"Mereka ingin saya memberikan pekerjaan saya kepada saudara laki-laki saya," tulis perempuan tersebut, Senin (15/8) sore.

Amina Ahmady, mantan Direktur Jenderal Pendapatan, termasuk di antara 60 perempuan yang tengah memperjuangkan persamaan hak atas pekerjaan. Selama 17 tahun ia menjalani karir di Kementerian Keuangan, ia bergelar master. Tentu saja ia merasa dilecehkan dengan kebijakan baru Taliban.

"Ini adalah pekerjaan saya. Saya bekerja dengan begitu banyak kesulitan selama lebih dari 17 tahun. Sekarang harus kembali ke nol," Amina menjelaskan.

Pada awal Agustus, Taliban membuat kebijakan untuk mengganti staf perempuan dengan kerabat laki-laki mereka. "Kirim CV kerabat laki-laki Anda yang dapat melamar pekerjaan Anda," begitu bunyi pengumuman Taliban.

Para pejabat Taliban mengatakan perempuan masih bekerja, misalnya menjadi staf medis, pendidik, dan petugas keamanan di bandara, tempat yang sering dikunjungi perempuan.

Taliban juga menegaskan bahwa perempuan, yang pernah menempati 25 persen pegawai pemerintah, masih dibayar --meskipun gajinya tinggal tak seberapa karena telah dipotong.

Pada Maret lalu, Gallup merilis survei tahunan 'Laporan Kebahagiaan Dunia' terhadap 149 negara. Hasilnya adalah Afghanistan merupakan negara paling tidak bahagia di dunia --bahkan sejak sebelum Taliban mengambil lembali kekuasaan pada Agustus 2021.

Di Afghanistan, persoalan pekerja perempuan berkelindan dengan kemiskinan. Banyak pria yang juga menganggur. Ahmad (25), misalnya, menjual sepeda motornya untuk pergi ke Iran. Tetapi ia tidak menemukan pekerjaan di sana.

Bekerja musiman di negara tetangga itu pernah menjadi jawaban bagi warga Ghur, salah satu provinsi termiskin di Afghanistan. Tetapi pekerjaan juga telah mengering di Iran.

"Kami menyambut saudara-saudara Taliban kami," kata Ahmad. "Tapi kami membutuhkan pemerintah yang memberi peluang kerja," ia menambahkan.

Gubernur Ghur Ahmad Shah Din Dost bercerita dengan sedih bahwa ketika Amerika Serikat masih bercokol, ia sudah berbagi kesengsaraan dengan warga. Kemiskinan, jalan yang buruk, dan kurangnya akses ke rumah sakit.

Sekarang, setelah Taliban berkuasa, sekolah bubar. "Sekarang bertambah kelaparan," ujarnya. "Jangan beri kami lebih banyak rasa sakit."

Menurutnya, persoalan Afghanistan bukan hanya pekerjaan bagi perempuan, namun kemiskinan penduduk tanpa membedakan gender. Kesetaraan gender hanya isu Barat.

"Mengapa Barat selalu ikut campur? Kami tidak pernah mempertanyakan bagaimana Anda memperlakukan wanita atau pria Anda," ia menegaskan.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar