www.zejournal.mobi
Senin, 06 Mei 2024

Mengapa Arab Saudi Disebut ‘Sponsor Utama Teroris’?

Penulis : Purnama Ayu Rizky | Editor : Anty | Senin, 24 Mei 2021 13:11

Sebuah studi yang dilakukan pemikir Inggris mengatakan, Arab Saudi, dengan donasinya selama bertahun-tahun ke masjid-masjid dan pusat kajian Islam di Eropa, telah ikut ‘mensponsori’ perkembangan kelompok teroris dan ekstremis Islam di Eropa. Menurut opini yang ditulis Kersten Knipp ini, umat Islam yang keberatan dengan ekstremisme adalah mitra utama Eropa yang bisa membantu menumpas ekstremisme itu sendiri.

Menteri Luar Negeri sementara Lebanon , Charbel Wehbe, telah meminta Presiden Michel Aoun untuk mencopotnya dari jabatan itu. Wehbe terpaksa membuat putusan tersebut setelah komentarnya dalam sebuah wawancara televisi menyulut ketegangan dengan sekutu dan donor tradisional Teluk Arab di negaranya, catat Sindo News.

Labelisasi Arab Saudi sebagai sponsor teroris sebenarnya adalah lagu lama. Kersten Knipp menulis di Deutsche Welle, satu topik mendominasi agenda Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Kuwait: perang di Yaman. Yaman adalah negara termiskin di dunia Arab, dengan jutaan rakyatnya berada di ambang kelaparan, menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sejak Arab Saudi memulai intervensi bersenjata hampir dua setengah tahun yang lalu, negara terkecil dan sejauh ini termiskin di selatan semenanjung Arab ini mulai mengalami bencana kemanusiaan. Catatan statistik PBB terbaru bahwa hampir 14.000 warga sipil terbunuh sejak pertempuran dimulai, banyak di antaranya adalah anak-anak. Lebih dari 500 anak perempuan dan anak laki-laki meninggal tahun lalu. Yaman juga diserang wabah kolera, dan epidemi ini telah menjangkau hampir setiap provinsi di sana.

Serangan udara di hotel membunuh puluhan orang di Yaman, 23 Agustus 2017 lalu. (Foto: AFP/Getty Images)

Perang tidak menghasilkan apapun. Pemberontakan Houthis yang didukung Iran tidak teratasi, dan pengaruh Teheran di Yaman berkembang. Warga negaranya menjadi korban perang proxy yang dilancarkan terutama oleh Saudi di samping pihak lainnya, dengan kurangnya belas kasihan, dengan serangan yang kebanyakan dilancarkan dari udara. Bagi ahli strategi Saudi, kehidupan warga sipil jelas kurang penting.

Diskusi Guterres di Kuwait dimaksudkan untuk menjadi awal upaya lebih lanjut oleh masyarakat internasional untuk mengakhiri perang di Yaman. Namun rak semua negara memikirkan hal yang sama, karena perilaku Arab Saudi terhadap tetangganya adalah tipikal perilaku kerajaan secara umum.

KEADAAN YANG MENGERIKAN

Di Arab Saudi sendiri, orang-orang yang menanggung beban perilaku ala kerajaan ini adalah kritikus pemerintah, orang-orang dari minoritas Syiah, atau orang-orang yang tidak setuju dengan gagasan religius negara tersebut. Salah satu contohnya adalah kasus yang dipublikasikan dengan baik oleh penyair tanpa kewarganegaraan Ashraf Fayadh, seorang keturunan pengungsi Palestina, yang pada awalnya dihukum mati karena “murtad.” Hukumannya kemudian diganti menjadi delapan tahun di penjara dan 800 cambukan.

Kerajaan tersebut menunjukkan intoleransi angkuh yang sama pada tingkat internasional yang ditampilkannya terhadap rakyatnya. Perselisihan dengan Qatar, yang dimulai hampir tiga bulan yang lalu, juga menunjukkan apa yang dipahami Arab Saudi sebagai politik yang baik: yaitu, politik dilakukan semata-mata sesuai dengan gagasan Riyadh. Puncak dari ini adalah permintaan Qatar menutup medianya, Al Jazeera. Media yang—terlepas dari pelaporannya terhadap Qatar sendiri—mungkin lebih berkomitmen pada pluralisme dan keragaman pendapat pihak lain di semenanjung Arab.

Gagasan bahwa penduduk di semenanjung Arab dapat memiliki pandangan mereka sendiri tentang dunia—kebalikan dari mengadopsi pandangan yang ditentukan oleh kaum fundamentalis Wahabi, penjaga iman Saudi—untuk Riyadh, ini jelas merupakan puncak dari pengabaian intelektual dan politik. Pada saat bersamaan, hal itu membuat para pemimpin gugup. Mungkin saja hal kebebasan semacam itu akan membuat penduduk Kerajaan Saudi mempertanyakan legitimasi politik para pemimpin mereka: apakah kepemimpinan didasarkan pada hak-hak asasi alih-alih hak-hak hubungan darah?

TUDUHAN MENSPONSORI TERORISME

Sangat menarik untuk menelaah bahwa Riyadh menuduh Qatar mensponsori terorisme. Beberapa minggu yang lalu, pemikir neo-konservatif Inggris Henry Jackson Society menerbitkan sebuah penelitian yang menegaskan bahwa Arab Saudi adalah salah satu dari negara yang secara tidak langsung bertanggung jawab atas penyebaran ekstremisme religius di Inggris Raya.

Selama bertahun-tahun, ia menulis, uang telah mengalir dari Arab Saudi ke masjid dan pusat kebudayaan Islam di mana para pengkhotbah ekstrimis juga datang dan pergi. Dari tahun 2007 sampai 2015, studi tersebut mengatakan, dukungan finansial ini berlipat ganda—setara dengan empat miliar dolar AS. Menurut penelitiannya, beberapa pengkhotbah ekstremis paling terkenal di Inggris termasuk di antara penerima manfaat dari program ini.

Ini adalah topik seperti yang perlu ditangani oleh Guterres—juga dengan Arab Saudi. Bahkan lebih penting lagi, orang-orang Eropa sebaiknya melakukan hal yang sama.

MITRA SEJATI EROPA

Dengan melakukan serangan teroris di Eropa, kelompok yang dikenal sebagai “Negara Islam” (ISIS) bertujuan untuk menghasut populasi Eropa melawan Muslim, dan dengan demikian mengisolasi mereka. Ini menghitung bahwa ini akan mendorong mereka ke dalam pelukan ekstremis.

Arab Saudi pastinya bukan ISIS. Tapi dana yang mengalir dari kerajaan ke Eropa berjalan ke arah yang sama. Orang Eropa harus mempertahankan diri melawan ini. Banyak Muslim juga keberatan dengan interpretasi chauvinis-reaksioner terhadap Islam. Mereka—dan hanya mereka—yang dapat menjadi mitra jangka panjang Eropa dalam perang melawan ekstremisme Islam.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar