www.zejournal.mobi
Sabtu, 04 Mei 2024

Lebanon: Bagaimana jika negara ini runtuh?

Penulis : Andre Vltchek | Editor : Admin | Kamis, 03 September 2015 13:37

Beirut terbakar, terluka, marah dan tidak mengetahui masa depannya sendiri.

Mobil-mobil ambulans berkeliaran. Ratusan terluka. Peluru-peluru karet  beterbangan begitu pula dengan peluru timah.

Apakah ini sebuah revolusi atau pemberontakan?

Siapakah orang-orang itu, yang tak berbaju dan melemparkan batu pada pasukan keamanan di pusat Beirut? Apakah mereka para revolusioner sejati? Apakah mereka berada disana untuk merebut kembali “Arab Spring” yang begitu tercela?

Atau apakah mereka datang kesini untuk menunjukkan kekuatan, karena negara Barat membayar mereka? Jika Lebanon runtuh, ISIS bisa bergerak kedalam, dan menempati setidaknya sebagaian besar dari Lebanon. Sesuai dengan keinginan Barat, dan orang-orang Turki serta negara-negara Teluk.

Atau Israel dapat mengambil keuntungan dari kekosongan tersebut dan menyerang Lebanon, sekali lagi. Atau ISIS dan Israel menyerang bersamaan.

Dua minggu yang lalu, seorang teman saya bergurau: “Saya bertemu seorang anak di Beirut. Ia mengatakan kepada saya bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan di beberapa LSM di Eropa. Tugasnya adalah untuk membantu mengacaukan Lebanon.”

Ia menyebutkan negara yang mendanai LSM-LSM tersebut, tapi sebaiknya tidak saya tuliskan disini, agar tidak menambah lebih banyak minyak kedalam kobaran api yang sudah membara. Kami tertawa kemudian, namun tampaknya tidak terlalu lucu lagi.

Kemarin ia mengatakan kepada saya: “Pasukan-pasukan kemanan menembaknya.”

Ia berada disana, ia tidak membual. Itu bukanlah sebuah lelucon.

Tidak ada apapun yang tampaknya sebagai sebuah lelucon di Lebanon sekarang!

Atau mungkinkah ada dua “jenis” kelompok pengunjuk rasa ditempat yang sama dan waktu yang sama? Mereka yang berjuang untuk Lebanon yang lebih baik, dan mereka yang dibayar untuk memperjuangkan sektarianisme dan untuk kepentingan asing (yang mana di negeri ini adalah dua hal yang hampir sama)?

Hanya satu hari sebelum pertempuran di jalanan meletus, saya mengemudikan mobil saya di Beirut, melintasi pegunungan dan kemudian maju kearah utara, melalui Lembah Bekaa.

Malam datang di kota kuno Baalbek. Mayada El-Hennawy, penyanyi klasik Suriah mulai bernyannyi, suaranya diperkuat, dan terbawa kearah pegunungan yang membentuk perbatasan antara dua saudara: Lebanon dan Suriah.

Ini adalah pemandangan yang gila! Dibelakang punggung Mayada, terdapat  Kuil Bacchus dengan pesawat-pesawat tanpa awak (drone) berterbangan diatasnya, Tank-tank dan ratusan tentara ditempatkan diseluruh Baalbek, melindungi situs tersebut. Hanya beberapa kilometer dari sana, para pejuang Hezbollah terlibat dalam pertempuran epik melawan ISIS.

Namun ribuan orang tiba untuk menyerang dengan pertentangannya dan menolak untuk menyerah pada rasa takut. Mereka datang dari Beirut dan kota-kota Lebanon yang hampir disfungional.

Mereka datang untuk merayakan kehidupan dan kebudayaan Arab; mereka datang untuk mendengarkan lagu-lagu kesayangan mereka dan menghormati sang diva dari Suriah ini. Beberapa datang untuk menghormati Suriah itu sendiri – untuk Suriah dan kehidupan.

Sementara Mayada El-Hennawy mulai melantunkan lagunya, orang-orang dijalanan meraung.

24 jam setelah konser, kerumunan tersebut bentrok dengan pasukan keamanan Lebanon di pusat Beirut, dekat istana pemerintah.

Puluhan orang terluka dan pada 24 Agustus, dilaporkan bahwa satu orang meninggal di rumah sakit.

Gerakan “You Stink”-lah yang merencanakan aksi protes ini. Ribuan orang turun ke jalan dalam menanggapi krisis sampah yang sedang berlangsung, yang menurut banyak orang telah membuat kehidupan sangat sulit dan hampir tak tertahankan di Beirut.

“You Stink”! (Kalian Payah!) Selama 18 tahun, pemerintah tidak mampu (atau tidak mau) untuk membangun sebuah tempat daur ulang sampah permanen. Selama 18 tahun, penduduk desa miskin dekat tempat pembuangan sampah “sementara” yang menderita, semakin teracuni, sekarat dari kanker dan penyakit pernapasan. Kemudian, pada akhirnya mereka mengatakan “Cukup!”. Mereka menutup tempat itu. Dan setelah mereka melakukannya, sampah-sampah mulai menumpuk dijalan-jalan Beirut. Bukan mencari sebuah solusi yang permanen, pemerintah malah menyebar racun tikus putih diatas tumpukan-tumpukan sampah yang membusuk. Warga di ibukota mulai terkena penyakit karenanya.

Tapi bukan hanya masalah sampah yang membuat kehidupan di ibukota, bahkan diseluruh negeri hampir tak tertahankan.

Satu hal yang harus dipahami: Lebanon bukanlah Irak, Libya atau Suriah. Semua negara-negara ini memiliki kepemimpinan yang kuat, dan mereka memiliki program sosialis dan sosial yang kuat (dan dibenci oleh negara Barat): dari perawatan medis untuk pendidikan, rumah-rumah rakyat dan program pensiun.

Sebaliknya secara total, pemerintah Lebanon itu disfungsional, korup dan terpecah-pecah. Negara ini telah bertahan lebih dari satu tahun tanpa adanya seorang Presiden, meskipun telah ada 20 pertemuan Kabinet untuk memilih seseorang untuk menjadi Presiden.

Krisis sampah tersebut hanyalah ujung dari gumpalan es yang mengapung. Infrastruktur Lebanon sedang mengalami keruntuhan: kekurangan air dimana-mana dan pemadaman listrik yang sering. Hampir tidak ada transportasi umum dan hampir tidak ada tempat umum yang hijau. Pengakuisisian tanah secara liar terjadi dimana-mana. Kesehatan dan pendidikan berada pada tingkat kehancuran. Ini adalah tempat yang sangat brutal bagi banyak orang.

Lebanon mungkin adalah salah satu negara paling kapitalis di bumi. Hampir tidak ada fasilitas untuk publik disini, tidak ada sesuatu pun untuk masyarakat yang tersisia disini. Dan kapitalisme biadab (selalu ditentukan oleh “mitra” Barat untuk negara-negara klien) di Lebanon, seperti dimanapun di dunia ini, tidak akan bekerja dengan baik.

Negara ini hampir tidak menghasilkan apa-apa. Lebih banyak orang Lebanon yang tinggal diluar negeri daripada di negara itu sendiri, dan pengiriman-pengiriman uang lah yang menjaga negara itu tetap bertahan. Ada juga penghasilan besar yang mengalir dari bisnis gelap di Afrika Barat, Irak, tetapi juga pendapatan dari industri perbankan (terutama yang melayani Timur Tengah dan negara-negara Teluk) dan dari penjualan narkotika yang bertumbuh di Lembah Bekaa.

Ada banyak uang tunai di kantong-kantong dan rekening bank para pejabat, namun hampir tidak ada dana untuk pelayanan dasar bagi masyarakatnya. Mobil-mobil Lamborghini dan Ferrari berbalap dimalam hari di Cornish dan Zaitunay Bay Marina, membuat malu rekan Abu Dhabi. Namun sebagian besar kota-kota di Lebanon tercemar, runtuh dan putus asa.

Diantara dua pandangan yang kontras itu, para pengungsi dari Suriah datang untuk memohon.

Tidak pernah cukup. Uang datan, dan secara misterius potongan besar dari jumlahnya menguap.

Sekarang negara ini benar-benar pecah. Sumber-sumber dari pemerintah menyatakan bahwa hutang publik Lebanon saat ini berada disekitar 143 persen dari produk domesti bruto.

Lebanon dibagi sepanjang garis sektarian: 18 kelompok agama. Yang utama adalah Kristen, Muslim Sunni, Muslim Syiah dan minoritas kecil dari Druze. Karena sistem sektarianismenya, hampir tidak ada persatuan nasional atau adanya “proyeek nasional”.

Beberapa pengunjuk rasa yang berbicara kepada saya menyatakan bahwa mereka sudah muak dengan sektarianisme dan perpecahan. Mereka ingin Lebanon yang bersatu dan kuat, Itulah yang mereka katakan.

Ahmed, salah satu demonstran, seorang profesional usia menengah dari Beirut menjelaskan:

“Saya tidak ingin Lebanon Kristen dan Muslim. Saya ingin satu Lebanon, satu negara dan bersatu!”

Namun, tampaknya tidak ada sebuah ideologi yang benar-benar menyatukan para pengunjuk rasa tersebut. Hanya ada persamaan dalam keluhan mereka.

Tuntutan-tuntutan mereka nampak sah.

Tapi di Lebanon, sesuatu yang tidak dapat dikira-kira adalah apa yang ada dibawah permukaan. Ada rumor-rumor bahwa setiap kelompok agama kini mengirim pejuangnya ke barikade-barikade.

Selama bertahun-tahun persaingan kepentingan politik menarik negara kecil ini kearah yang berbeda.

“Saya melihat diantara kerumunan adanya orang Inggris yang tidak bisa berbicara bahasa Arab, dan sangat jelas sekali bahwa orang tersebut berasal dari Inggris,” seorang diplomat yang berbasis di Beirut yang tidak ingin diidentifikasi, mengatakan kepada saya. “Dia bukan seorang wartawan, dia benar-benar salah satu dari pengunjuk raasa! Ada banyak karakter aneh dalam aksi unjuk rasa ini.”

Siapa dan siapa dengan siapa, sering kali sangat sulit unutk diketahui.

Orang-orang Barat sebagian besar setia dengan Barat. Muslim Sunni yang bersekutu erat dengan negara-negara Teluk, dan secara tidak langsung dengan Barat. Muslim Syiah, termasuk Hezbollah lebih condong kearah Iran.

Hampir semua orang disini setuju bahwa Hezbollah adalah satu-satunya kekuatan militer di negara ini. Hal ini juga bertujuan untuk menyatukan Lebanon, dengan menjangkau kelompok-kelompok non-Syiah.

Saat ini Hezbollah sedang terjebak dalam pertarungan epiknya melawan ISIS, tentara teroris brutal yang pada awalnya didukung dan dilatih oleh Barat, Turki dan NATO secara keseluruhan. Hezbollah menentang tindakan mengerikan dari kehancuran yang disebarkan oleh Barat dan Israel di seluruh wilayah. Maka dari itu nama Hezbollah terukir jelas dalam daftar teroris AS.

Lebanon ditekan dari semua sisi. Perang saudara di Suriah yang dipicu olehh Barat telah memaksa sedikitnya 2 juta orang Suriah menyeberangi perbatasan dan mencari perlindungan di negara kecil ini. ISIS terus mencoba meraih wilayah bagian utara Lebanon. Sementara Hezbollah bertempur melawan ISIS, tentara dan pasukan keamanan Lebanon dilatih di Barat. Arab Saudi baru-baru ini dibayar untuk penyediaan persenjataan dari Perancis ke Lebanon. Israel terus mengancam untuk menyerang. Untuk menambah daftar yang membuat kekacauan, telah ada pertempuran baru di kamp-kamp pengunsi Palestina di Lebanon Selatan, dengan beberapa korban meninggal dan banyak yang terluka.

“Apa yang kami inginkan adalah untuk menghapus sektarianisme ini,” jelas Ahmed yang berdiri didepan dinding beton yang dibangun untuk mencegah para pengunjuk rasa masuk kedalam gedung pemerintah. “Tidak ada lagi orang Kristen atau Muslim; Hanya Lebanon! Dan jika kami menang, maka pasti akan ada lebih banyak kerukunan, kesehatan yang membaik, pendidikan dan infrastruktur.”

Tapi bisakah kelompok ini menang melawan para kapitalis besar dan perpecahan yang disebabkan oleh perbedaan agama?

“Masih sangat sulit untuk membayangkan bagaimana kami bisa menang,” Ahmed mengakui. “Kami membutuhkan setidaknya satu juta orang untuk mengubah negara ini.”

Namun jumlah orang yang marah dan bertekad atas perubahan terus meningkat.

“Kami sudah muak! Cukup!” Teriak seorang pria yang membawa tas plastik berisikan sampah sebagai simbol.

 

Beberapa menit kemudian saya diberitahu oleh sekelompok demonstran: “Ada banyak kepentingan asing disini… Perancis, Amerika Serikat, Arab… Kita perlu kemerdekaan yang sesungguhnya.”

Semua demonstran yang saya jumpai sudah merasa muak, tapi sangat sedikit dari mereka yang bisa melihat jalan keluar dari krisis ini. Di Lebanon, tidak ada ideologi, dan tidak ada pembicaraan serius mengenai kebersamaan serta persatuan. Amerika Latin belum disebutkan sekalipun.

Kelompok asli dari para pengunjuk rasa merasa ngeri. Banyak dari mereka pergi untuk memprotes dengan anak-anak kecil mereka yang digendong dipunggung dan dengan kakek-kakek mereka dibelakangnya. Mereka pikir mereka akan berdiskusi dengan pemerintah. Sebaliknya, mereka disambut dengan meriam air, gs air mata dan peluru karet.

Bentrokan dan luka-luka mengerikan mengikuti. Kemudian sebuah dinding dibangun, diluar Grand Serail, hanya untuk dibongkar kembali dihari berikutnya. Kawat-kawat berduri masih berada di seluruh pusat kota. Trotoa-trotoar masih dihiasi dengan batu, jendela-jendela toko pecah, mobil dibakar. Ban-ban terbakar, memblokir jalan utama kota.

Pasukan keamanan berada dimana-mana, berjalan kaki, di mobil-mobil Humvee dan diatas tank-tank. Dan begitu juga petugas medis dan paramedis yang bersiap untuk ketegangan yang meningkat.

“Apakah ini kelanjutan dari Arab Spring?” Saya bertanya.

“Ya”, Saya diberitahu.

Siapa dibalik pemberontakan ini?

Semua orang di lokasi unjuk rasa menyatakan bahwa pemberontakan itu benar-benar terjadi dengan spontan, bahwa tidak ada pengaruh asing.

“Revolusi!” Para pengunjuk rasa meneriakkannya berulang kali.

“Ini tidaklah seperti revolusi yang lain,” saya diberitahu. Seseorang pengunjuk rasa yang mengacu pada gerakan-gerakan yang didukung oleh Barat untuk melakukan “perubahan-rezim” di seluruh dunia. “Disini, kami sendiri. Kami ingin bersatu, bebas dan menjadi Lebanon yang lebih baik!”

Tidak ada keraguan bahwa banyak dari para pengunjuk rasa yang saat ini berjuang dipusat kota adalah para warga asli dan marah. Tetapi jelas bukan yang lain. Situasinya dulu hampir sama di semua negara “Arab Spring”. Keinginan awal untuk sebuah reformasi dan kebijakan sosial. Kemudian penyusupan dari beberapa kelompok politik (terutama yang pro-Barat dan pro-Arab) segera menyusul. Dari waktu ke watu, agenda-agenda aslinya dicuri.

Apakah semua pemberontakan di dunia Arab sudah ditakdirkan sejak awal? Apakah mereka semua akan berakhir dalam kudeta AS dan Uni Eropa, dalam pembantaian berdarah dan akhirnya bangsa-bangsa tersebut runtuh? Apakah skenario Libya benar-benar tak terelakkan?

Salah satu profesor terkemuak di Universitas Amerika di Beirut mengatakan kepada saya baru-baru ini: “Universitas ini adalah dimana kebanyakan dari pemipmin-pemimpin di negara-negara Teluk mendapatkan pendidikannya. Dan orang-orang yang disak mendapatkannya disini, sebenarnya mengimpi-impikannya.”

Kemudian salah satu “Pakar internasional” yang berbasis di wilayah ini mengatakan: “Saya yakin anda telah mengetahui bahwa seminar-seminar yang diadakan oleh para aktivis untuk “menyulut” Arab Spring diadakan disini, di Lebanon.”

Saya mengetahuinya. Dan hal ini berbicara banyak. Selama bertahun-tahun, Beirut adalah kota yang menarik orang-orang yang ingin merasakan “Kehidupan Barat” tanpa harus meninggalkan Timur Tengah. Di sinilah indoktrinasi itu disebarluaskan, dan  dimana begitu banyak transaksi gelap antara Barat dan penguasa lokal dibuat.

Ribuan pengunjuk rasa di Beirut diawasi dengan  ketat. Tak usah dikatakan bahwa setiap gerakan mereka diawasi dan dianalisis, dan bahwa Barat akan mencoba untuk memutarbalikan fakta dan peristiwa tersebut untuk keuntungannya.

Ini tidaklah berarti bahwa seseorang tidak harus mencoba untuk memperbaiki dunia, atau berjuang untuk sebuah negara yang lebih baik. Tapi ini berarti bahwa orang-orang dari para pengunjuk rasa yang “asli” akan selalu kalah dalam jumlah, dan mereka akan selalu harus menghadapi pemimpin-pemipmin kapitalis Lebanon yang biadab dan didukung oleh Barat dan negara-negara Teluk. Mereka juga harus menghadapi orang-orang yang sudah berhasil menyusup dalam pemberoontakan kecil ini, dan yang bekerja untuk keuntungan-keuntungan politik, lokal dan asing.

Jika apa yang terjadi berawal dari luar negeri, maka mengapa ada suatu hal yang terburu-buru untuk meruntuhkan Lebanon? Apakah karena inisiatif dari diplomatik Rusia yang semakin sukses ingin menghentikan segala konflik di Timur Tengah? Atau ada rencana untuk mengepung Suriah secara penuh? Apakah Hezbollah sekarang menjadi daftar target dari Barat?

Ada banyak rumor-rumor yang beredar, namun hanya sedikit informasi yang didapat. Satu hal yang pasti: jika Lebanon runtuh, seluruh wilayah Timur Tengah akan sekali lagi menjadi wilayah jajahan.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar