www.zejournal.mobi
Senin, 20 Mei 2024

Sebuah pengingat indah atas kontribusi Islam terhadap budaya dunia

Penulis : Raziel | Editor : Admin | Jumat, 28 Agustus 2015 09:07

Hampir 20 tahun dalam karirnya sebagai penulis, karya Tariq Ali yang berjudul “The Islam Quintet” baru saja diterbitkan kembali, didesain ulang dan dibuat tersedia dalam satus set oleh Verso Books. Lima buku yang ditulis dalam tanggapannya selama Perang Teluk pertama terhadap komentar yang menyatakan bahwa bangsa Muslim tidak memiliki kebudayaan, kelima buku ini terjun kedalam dan keluar dari sejarah dan membuktikan ketidakbenaran dari komentar tersebut. Tidak hanya berhasil menampilkan kebudayaan Islam yang kental dan bervariasi, kelima buku ini juga memberikan perspektif yang berbeda terhadap dunia bagi para pembaca.

Berbeda dengan pandangan Eurosentris yang disediakan sebagian besar oleh novel-novel bersejarah atau teks-teks sejarah. Kelima buku “The Islam Quintet” membawa kita kedalam perjalanan dari peristiwa-peristiwa Perang Salib sampai zaman modern dari sudut pandang non-barat. Buku-buku tersebut tidak mengikuti urutan kronologis, melompat dari Spanyol pada tahun 1492 (“Shadows of The Pomegranate Tree”) sampai pada Perang Salib (“The Book of Saladin”), dan maju kedepan pada akhir abad kesembilan belas tentang Turki dan Kekaisaran Ottoman (“The Stone Woman”), kembali ke abad dua belas di Sisilia dan para penduduk Arabnya (“A Sultan in Palermo”) dengan perjalanan akhirnya di dunia modern (“Night of the Golden Butterfly”).

Sementara narasi dari buku-buku tersebut tidaklah saling berhubungan secara tematis, narasi-narasi yang berbeda itu bekerja sama untuk membentuk gambaran dari sejarah Islam serta kontribusi-kontribusinya yang telah diberikan bagi pertumbuhan dan evolusi budaya di seluruh Eropa dan Asia. Namun, kami juga melihat bagaimana dalam banyak kasus disepanjang sejarah, pertikaian-pertikaian yang mengorbankan agama yang berlangsung sampai hari ini telah menjadi musuh terburuk Islam sejak lama. Dari zaman Saladin, Ali menjelaskan bagaimana ambisi para penguasa, baik sekuler maupun religius, bersekongkol untuk melemahkan upaya pembangunan bangsa dan mengarah kearah yang bertentangan dengan keinginan rakyat-rakyatnya.

Kemuliaan dan keindahan budaya Islam

Setiap buku berkaitan dengan zaman-zaman yang sangat spesifik dalam sejarah perjalanan Islam yang merincikan kemuliaan dan keindahan serta kekalahan yang menyayat hati dari kebudayaan tersebut. Sayangnya, sebagian besar pada bagian akhir berasal dari tangan-tangan orang Kristen – dimana para Knights Templar membantai para pria, wanita dan anak-anak selama pengusiran mereka dari Yerusalem, atau tentara-tentara Spanyol yang melaksanakan perintah Ratu Isabella untuk membersihkan negaranya dari semua yang beragama Islam.

Namun, seperti yang kita pelajari dalam buku “Night of the Golden Butterfly”, pembantaian umat Muslim tidak hanya terjadi di dunia barat. Pada abad kesembilan belas di Cina, Kaisar pada saat itu memerintahkan untuk menghancurkan provinsi Muslim di Yunan dan menghapus Kesultanan Sulaiman. Dalam hal ini, sementara agama adalah sebagian dari motivasi untuk aksi-aksi pembantaian bersejarah tersebut, motivasi yang lebih besar adalah alasan-alasan politis dan rasa takut akan kaum minoritas yang mendapatkan terlalu banyak otonomi dan rasa hormat dari dunia internasional. Setelah kalah dalam Perang Opium kepada Britania Raya dan negara-negara barat, kekaisaran tersebut takut akan banyaknya jumlah perdagangan yang dilakukan antara Muslim Cina di provinsi Hui dengan Barat dan memutuskan untuk memusnahkan mereka sebelum menjadi ancaman bagi otoritas kekaisaran tersebut.

Bukan hanya perjalanan sejarah yang buku ini sediakan sehingga begitu menarik untuk dibaca, kemampuan narasi Ali yang hebat sebagai pencerita membuat kedua era tersebut seolah hidup. Menggunakan tokoh-tokoh sejarah dalam buku-buku fiksi dapat menjadi suatu bisnis yang berbahaya, tetapi Ali telah memperlihatkan upayanya yang luar biasa dalam memberikan kehidupan bagi tokoh-tokoh bersejarah tanpa mengidealisasikan atau mengutuk mereka. Kita melihat Saladin melaui pandangan Yahudi yang ditugaskan untuk mencatat kehidupan sang Sultan dan rencananya untuk merebut kembali Yerusalem sebagai seorang manusia biasa. Saladin yang dilanda keraguan dan rasa takut seperti halnya manusia biasa, apa yang membedakan dirinya adalah bahwa ia mampu mengatasi semua masalahnya dan mencapai tujuannya.

Dalam “A Sultan In palermo”, para pembaca diperkenalkan dengan kartografer Muhammad al-Idrisi. Posisinya dalam istana Sultan Rujari (nama Arab untuk Norman, Roger) adalah untuk memberikan perspektif-perspektif yang unik dalam menyeimbangkan tindakannya sebagai Sultan dan kesanggupannya dalam menjaga para baron dan uskup Kristen tetap senang sambil menjaga hak-hak penduduk Muslim-nya. Karakter-karakter fiksi dan non-fiksi diciptakan dengan hati-hati dan rasa hormat dalam kelima buku Tariq Ali. Ali menunjukkan cerita berlangsungnya sejarah melalui pengamatannya. Beberapa menggembirakan, beberapa menyedihkan, namun tak pernah gagal untuk memikat hati para pembaca. Ali juga adalah seorang ahli pencerita yang dapat membawa waktu dan tempat dimasa lampau seolah-olah hidup kembali. Disaat ia membawa kita pada perjalanan waktunya, kita pasti akan mengagumi menara-menara indah Damaskus, sejarah dan keindahan Yerusalem dan keajaiban yang memudar dari penduduk Muslim di Spanyol sebelum pengusirannya. Bahkan modern Lahore, London dan Paris disajikan sedemikian rupa hingga kita dapat memvisualisasikan tempat-tempat dan hampir merasakan bau dari jalan-jalan yang diceritakan.

Masing-masing buku menceritakan sebuah cerita yang memikat secara individual. Secara kolektif, kelima buku tersebut membuat sebuah catatan indah yang memberikan pandangan tentang kebenaran dari sejarah dan budaya Islam kepada pembaca. Apa yang lebih menakjubkan adalah bagaimana Tariq Ali berhasil menuliskan buku-buku tersebut tanpa pernah sekalipun ia terdengar seperti berkhotbah atau mengajari para pembaca. Dia bahkan berhasil menahan kemarahannya bagi mereka yang menjelekkan semua Muslim dengan buku-bukunya dan mereka yang telah menggunakan agama untuk tujuannya sendiri sampai pada buku “Night of the Golden Butterfly”. Disini, ia menjelaskan semua tentang tindakan mengerikan yang dilakukan oleh para fanatik dalam nama Allah dan orang-orang disisi berlawanan yang menyediakan pandangan tentang Islam yang sempit bagi dunia Barat yang telah meresap di media-media.

Tariq Ali mungkin paling dikenal untuk karya non-fiksinya. Namun, dengan “The Islamic Quintet”, ia membuktikan bahwa ia sama hebatnya dalam penulisan fiksi. Dengan sentuhan –sentuhan yang cekatan, ia tidak hanya menunjukkan bahwa betapa pentingnya dan hidupnya kebudayaan Muslim, tapi juga menunjukkan seberapa besar pengaruhnya terhadap budaya Eropa. Sangatlah baik untuk mengingat bahwa pengetahuan-pengetahuan kuno, sebuah masa yang disebut Renaissance, telah disimpan oleh para ulama Arab di perpustakaan  al-Andalus, Islam di Spanyol, dan bahwa tanpa adanya Islam, sebagian besar dari keberhasilan Eropa dalam seni dan ilmiah takkan pernah dapat dicapai. Fakta bahwa sebuah pengingat ini dikemas dengan cara yang indah membuatnya lebih berkesan.


- Source : en.qantara.de

Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar