www.zejournal.mobi
Kamis, 02 Mei 2024

Tahun Kedua RI Batalkan Haji, Jemaah Patah Hati

Penulis : Aziza Larasati | Editor : Anty | Jumat, 11 Juni 2021 11:21

Tahun ini resmi menjadi tahun kedua pemerintah Indonesia membatalkan keberangkatan haji akibat pandemi COVID-19. Hal ini tak ayal menjadi sumber patah hati bagi para jemaah yang telah bertahun-tahun menantikan untuk pergi ke tanah suci.

Citra Remi sudah menunggu tujuh tahun untuk mewujudkan impiannya naik haji.

Bagi banyak Muslim, menunaikan haji (salah satu rukun Islam) adalah cita-cita seumur hidup dan hanya mungkin bagi mereka yang mampu secara finansial dan fisik.

Meski begitu, sebagian besar hanya akan berziarah ke kota suci Mekah di Arab Saudi sekali seumur hidup mereka.

“Saya telah menabung selama lima tahun,” tutur Remi, seorang penduduk provinsi Jawa Barat, Indonesia, kepada ABC News.

Dia dan suaminya telah melakukan pembayaran haji hampir Rp77 juta ke Badan Pengelola Keuangan Haji Indonesia.

“Saya bisa membayar penuh sebelum COVID tahun lalu,” imbuh Remi.

Tetapi bahkan penantian tujuh tahun “relatif” cepat baginya, katanya, menambahkan bahwa dalam banyak kasus orang menunggu lebih dari 10 tahun.

Menurut data yang dirilis pada 2019 oleh Kementerian Agama Indonesia, rata-rata masa tunggu bervariasi dari satu provinsi ke provinsi lainnya.

Sulawesi Selatan rata-rata waktu tunggu terlama 39 tahun karena sistem kuota, sedangkan di wilayah ibu kota Jakarta waktu tunggu hampir 20 tahun.

Namun bagi mereka yang bersedia membayar lebih, Indonesia menawarkan pengaturan khusus yang disebut “ONH Plus” untuk melompati antrean.

Sjachrani Nahar dan suaminya, Nasyantoro Sulistio, dari Sulawesi Selatan mengaku telah mendaftar untuk layanan eksklusif tersebut.

“Untuk tarif tahun ini, kami harus menyesuaikan pembayaran hingga lebih dari Rp165 juta untuk masing-masing dari kami,” terang Nahar kepada ABC News, menambahkan bahwa mereka seharusnya pergi haji pada 2019.

Namun mimpi yang telah lama ditunggu-tunggu itu kembali hancur bagi banyak jemaah dari Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Pekan lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan pembatalan haji untuk tahun kedua berturut-turut karena kekhawatiran atas pandemi COVID-19.

“Akibat pandemi dan demi keselamatan jemaah, pemerintah memutuskan tahun ini tidak mengizinkan jemaah haji Indonesia untuk pergi lagi,” terang Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam keterangannya.

Jamaah haji berjalan mengitari Ka’bah, tempat suci umat Islam, di Masjidil Haram, Mekah, 17 Agustus 2018. (Foto: Getty Images/AFP/Ahmad Al-Rubaye)

Remi, seperti ratusan Muslim Indonesia, mengatakan dia sangat terpukul dengan keputusan pemerintah tersebut.

“Saya merasa sedih,” ucapnya, menambahkan bahwa dia akan menunaikan haji tahun lalu jika memungkinkan.

“Tapi apa yang bisa kita lakukan? Saya menerima keputusan itu, saya mencoba untuk bersabar.”

Nahar dan Sulistio juga kecewa.

“Kami tidak ingin menyalahkan siapa-siapa, hanya saja kami sudah menunggu bertahun-tahun, dan lagi-lagi tidak bisa direalisasikan tahun ini,” tutur Nahar.

“Kami dapat memahami apa yang terjadi, dan kami tidak ingin mempertaruhkan nyawa kami dalam pandemi ini.”

Pemerintah Saudi belum membuat pernyataan resmi tentang haji tahun ini, Saudi Press Agency melaporkan.

Tetapi pengumuman dapat dibuat dalam beberapa hari mendatang, ketika “Arab Saudi menyelesaikan penilaiannya terhadap tantangan yang disebabkan oleh pandemi COVID-19”, ungkap penjabat Menteri Media Saudi Dr Majid Al-Qasabi.

Inti dari ibadah haji atau Wukuf kemungkinan akan berlangsung pada 23 Juli, tergantung pada saat hilal pertama terlihat, awal bulan suci Dzul Hijjah.

Tahun lalu, hanya sekitar 1.000 jemaah (terutama yang tinggal di Arab Saudi) yang menghadiri haji karena pembatasan kerumunan yang diberlakukan oleh Kerajaan.

Biasanya tempat suci di Mekah dan Madinah menampung lebih dari 2 juta orang selama ibadah haji.

Kuota haji untuk Indonesia termasuk salah satu yang terbesar, dengan lebih dari 200.000 orang hadir per tahun.

Awal pekan ini, Duta Besar Saudi di Jakarta menepis rumor pembatalan itu karena preferensi vaksin COVID-19.

Sinovac China (yang banyak digunakan di Indonesia dan baru-baru ini disetujui untuk penggunaan darurat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)) tidak termasuk vaksin yang sebelumnya diterima Arab Saudi untuk pelancong asing.

Menurut laporan media dari Arab News, orang yang divaksinasi penuh dengan Pfizer, AstraZeneca, Moderna, atau Johnson & Johnson tidak perlu dikarantina pada saat kedatangan, tetapi semua yang lain harus dikarantina selama tujuh hari.

“Isu pembatalan keberangkatan jemaah haji Indonesia tidak ada kaitannya dengan penggunaan merek vaksin tertentu dan pabrikan tertentu, seperti yang diberitakan di media,” ungkap Syekh Essam bin Abed Al-Thaqafi kepada wartawan.

KEMANA DANA HAJI?

Pengumuman oleh pemerintah Indonesia juga telah memicu kekhawatiran tentang bagaimana negara mengelola dana haji.

Nahar mengatakan, beberapa orang dalam kelompok hajinya telah mengangkat masalah ini dengan pihak penyelenggara haji, mencoba mencari tahu di mana uang mereka disimpan selama dua tahun terakhir.

Dia mengatakan, mereka ingin uang mereka kembali tetapi takut kehilangan tempat mereka di daftar tunggu.

“Jika kami meminta pengembalian, kami akan kehilangan nomor barcode kami dan harus memulai antrean (haji) lagi,” ucap Nahar kepada ABC News.

Pada 2017, Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan, dia menginginkan dana nasional yang mengatur haji digunakan untuk investasi dalam proyek infrastruktur.

Umar Mansyur, salah satu penyelenggara haji di Jakarta, mengatakan kepada ABC News bahwa dana haji selalu menjadi topik hangat, tetapi menghadapi peningkatan pengawasan karena pembatalan.

“Jemaah yang kecewa, dipicu oleh komentar di media sosial, sekarang menuntut audit independen untuk mengetahui ke mana uang mereka hilang atau bagaimana dihabiskan untuk infrastruktur,” terang Mansyur.

“Selalu ada informasi yang salah, mereka tidak memiliki petunjuk.”

Badan Pengelola Keuangan Haji mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dana tersebut “aman”.

“Seluruh dana yang dikelola jemaah haji senilai lebih dari Rp135 triliun per Mei 2020 dalam bentuk rupiah dan devisa, dikelola secara profesional pada instrumen syariah yang aman dan likuid,” terang Anggito Abimanyu, kepala badan tersebut.

Remi mengatakan, dia belum memutuskan apakah dia akan meminta pembayaran hajinya dikembalikan.

“Tetapi jika mereka memberi tahu kami dengan jelas ke mana uang itu pergi, saya akan menerimanya selama mereka menggunakannya untuk hal-hal yang baik,” tukasnya kepada ABC News.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar