www.zejournal.mobi
Senin, 20 Mei 2024

Media Mengabaikan Jumlah Korban Sipil, Namun Menyoroti Kemenangan AS Atas Penghancuran Di Kota Raqqa

Penulis : Darius Shahtahmasebi | Editor : Indie | Rabu, 25 Oktober 2017 14:14

Perang ilegal Amerika di kota Raqqa, Suriah, telah membunuh lebih dari 1.800 warga sipil menurup kelompok pemantau Airwars. Saat serangan diluncurkan pada bulan Juni, Amerika mengetahui bahwa terdapat sekitar 200.000 warga sipil terjebak dalam kota tersebut. Dalam operasinya di minggu pertama itu sendiri, PBB menuduh pemerintahan Trump telah membunuh 300 warga sipil kurang dari tujuh hari setelah dilakukannya pengeboman. Kejadian ini terus berlangsung selama beberapa bulan terakhir, dan seperti yang dapat dibayangkan, berbagai infrastruktur Suriah telah benar-benar hancur. Bukannya mengecap penyerangan ini sebagai sebuah kejahatan sadis terhadap kemanusiaan, termasuk jumlah kekejaman perang yang tak kunjung berakhir, mediah nampaknya justru memilih pandangan yang berbeda.

“Melihat gambaran dari bangkai reruntuhan, jalan-jalan yang sepi yang dulunya merupakan ibukota ISIS yakni Raqqa merupakan sebuah pengingat terhadap kekuatan militer Amerika Serikat yang luar biasa dan tanpa ampun” tulis seorang wartawan The Washington Post, David Ignatius pada artikel yang terbit pada hari kamis lalu.

Dan itu hanya merupakan kalimat pembuka, Ignatius lanjut menuliskan:

“Tumpukan puing-puing di Raqqa yang pernah menjadi rumah bagi para teroris dan penyiksa menyampaikan pelajaran dasar, yang berlaku untuk saat ini maupun pada tahun 1945: Suatu kesalahan jika memprovokasi Amerika Serikat. Mungkin negara tersebut tak akan langsung memberikan tanggapan terkait ancaman yang muncul, namun sekalinya kekuatan mereka ikut terlibat, mereka tak akan mengenal ampun selama kekuatan politiknya masih ada untuk mempertahankan keterlibatannya.”

Jadi siapa yang benar-benar memprovokasi Amerika Serikat dalam kasus ini? Orang-orang yang paling terpukul adalah warga sipil yang kebetulan tinggal di Raqqa. Lalu, kjahatan apa yang dilakukan orang-orang ini?

Dan jika Ignatius menyangkut pautkan dengan kelompok teror ISIS, di ranah apa ISIS “memprovokasi” Amerika Serikat? Apapun itu, ISIS cukup puas mencoba menggulingkan pemerintahan Irak dan Suriah dan membuat kekhalifahan Islam mereka sendiri pada tahun 2014. Dan itu kenapa pemerintah Suriah telah benar-benar terlibat dalam memerangi ISIS lebih dari beberapa tahun terakhir: ISIS secara langsung mengancam wilayahnya. Bagaimanapun, Amerika menyatakan diri mereka terlibat dalam konflik Timur Tengah lainnya yang tidak berdampak secara langsung terhadap pemerintahan ataupun warganya.

Meskipun demikian, Rusia menggunakankesempatan ini untuk membalikkan meja menentang Amerika usai media Barat mencerca serangan Rusia di Aleppo pada akhir tahun lalu. Pada hari Minggu, Rusia menuduh koalisi pimpinan Amerika Serikat di Suriah meluluhlantahkan kota Raqqa “dari muka bumi” dengan cara membombardirnya seperti apa yang Amerika dan Inggris telah lakukan terhadap Jerman pada tahun 1945.

Namun, tak seperti Amerika Serikat, Rusia memiliki pangkalan resmi untuk memulai berbagai operasi militernya dalam negara tersebut, terlepas dari apakah Rusia akan melakukan kejahatan perang selama proses operasinya.

David Ignatius hanya benar terhadap satu hal, media menyoroti hampir segala har namun bungkam terhadap apa yang sedang terjadi di Raqqa. Namun, Ignatius salah menghubungkan hal ini dengan “kekuatan Amerika yang tak terelakkan” yang telah menyebabkan sedikitnya diskusi yang muncul. Kenyataannya, kemungkinan topik ini tidak dibahas karena banyaknya kebohongan yang menyelimuti topik ini.

Warga Raqqa tidak akan melupakan apa yang telah dilakukan pasukan Amerika terhadap rumah mereka. Pada bulan Juli, seorang saksi mengatakan pada Reuters bahwa dia menemukan banyak tetangganya yang mati di jalanan. Banyak kucing yang memakan jasad mereka. Kemudian diketahui sebelumnya bahwa serangan pimpinan Amerika telah membinasakan seluruh keluarga. Ini bukanlah cara kau untuk mengalahkan terorisme. Ini adalah cara kau menjaga terorisme itu sendiri.

Media korporasi mampu memisahkan diri dari semua perilaku criminal yang kejam dan mengerikan ini, namun sekaligus terus mendukung perilaku seperti ini. Jika RT merilis tayangan yang memuliakan kejahatan Rusia untuk menerangkan apa yang dilakukan media Barat saat ini, maka Washington Post akan memanfaatkan kesempatan ini.


Berita Lainnya :

Hal ini bukanlah ciri khas pers independen, melainkan salah satu bagian dari media yang menyajikan kebijakan kekerasan yang mengerikan. Sebuah mediah yang independen akan mempertanyakan peran Rusia maupun Amerika di Timur Tengah, yang secara objektif membedakan keduanya dan menuntut kedua belah pihak pertanggung jawabannya karena gagal melindungi warga sipil sejak kemunculan bukti tersebut.

Pada akhirnya, Airwars saat ini mengurangi pemantauan terhadap serangan Rusia yang diluncurkan pada tahun ini dikarenakan jumlah korban sipil yang tewas akibat serangan Amerika jauh lebih banyak melampaui Rusia.


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar