www.zejournal.mobi
Rabu, 24 April 2024

Pemerintah Bokek, Rakyat Miskin Menjerit di Tengah PPKM

Penulis : Aziza Larasati | Editor : Anty | Senin, 02 Agustus 2021 13:00

Ekonomi yang melambat ditambah pembatasan pergerakan terkait pandemi COVID-19, telah menciptakan kesulitan keuangan di Indonesia. Buntutnya, pemerintah pun kesulitan memberikan bantuan keuangan bagi rakyat miskin.

Indonesia menghadapi “tsunami COVID-19” yang memengaruhi keluarga-keluarga di seluruh Nusantara. Meski seluruh Asia Tenggara telah mengalami peningkatan kasus dalam beberapa pekan terakhir, Indonesia mengalami lonjakan kasus paling tajam dan secara luas dianggap sebagai episentrum pandemi global saat ini, Global Voices melaporkan.

Pada Selasa (28/7), Indonesia mencatat lebih dari 45 ribu kasus, secara mengkhawatirkan 15 ribu lebih banyak dari hari sebelumnya. Pada hari yang sama, Indonesia mencatat 2.069 kematian yang diketahui, tertinggi hingga saat ini. Dengan hampir 87 ribu total kematian dan tidak ada akhir yang terlihat karena varian Delta yang sangat menular, banyak warga mengkritik pemerintah atas tanggapan yang tampaknya tidak memadai terhadap pandemi dan kurangnya dukungan sosial-ekonomi di tengah pengetatan pembatasan COVID-19.

Dalam beberapa pekan terakhir, Global Voices mencatat, sejumlah protes telah pecah di seluruh negeri terhadap Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diberlakukan pemerintah.

SITUASI KERUH DI TENGAH PPKM

Pada 3 Juli 2021, Indonesia menerapkan program PPKM Darurat bertingkat untuk menekan penyebaran COVID-19. Selama sebulan terakhir, Yogyakarta, Jakarta, dan Bali, daerah dengan tingkat COVID-19 tertinggi, masing-masing menerapkan PPKM level 4. Pembatasannya termasuk menjaga jarak, pembatasan perjalanan dan rumah makan di dalam ruangan, jam malam pukul 8 petang, dan mandat bekerja dari rumah (work from home/WFH) untuk pekerja dari sektor non-esensial, di antara langkah-langkah lainnya.

PPKM diterapkan antara lain dalam rangka persiapan hari raya Iduladha pada 20 Juli. Indonesia adalah negara mayoritas Muslim terbesar di dunia dan sering mencatat gelombang mudik massal selama hari raya.

Para pejabat berharap untuk mengurangi perjalanan domestik selama periode setelah penguncian wilayah pada Mei 2021 selama hari raya Idulfitri terbukti relatif tidak berhasil dan mengakibatkan lonjakan kasus.

Sementara itu, rumah sakit di Indonesia telah terisi penuh dan pasokan oksigen habis. Pekan lalu berbagai rumah sakit Jakarta menghadapi kapasitas 73 persen dan Bali saat ini 80 persen. Keluarga-keluarga di Tanah Air melaporkan keputusasaan dan keputusasaan ketika rumah sakit kehabisan oksigen.

Awal Juli, Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta mencatat 63 pasien COVID-19 secara tragis meninggal di luar rumah sakit sambil menunggu gilirantempat tidur dan perawatan.

Pemerintah Indonesia juga sedang bergulat dengan kampanye vaksinasi COVID-19 yang lamban. Hanya 6,9 persen dari populasi yang telah divaksinasi lengkap, sekitar 64 juta dari penduduk 276 juta jiwa. Hal lain yang kian memperumit masalah, sebagian besar populasi yang divaksinasi di Indonesia termasuk petugas kesehatan mendapatkan vaksin Sinovac China, yang terbukti kurang efektif terhadap varian Delta yang lebih agresif.

Sejak 26 Juli, Indonesia memperpanjang pembatasan COVID-19 hingga 2 Agustus, tetapi menurunkannya dari level 4 ke level 3, memungkinkan pasar tradisional, masjid, dan mal dibuka kembali, mengizinkan beberapa tempat makan di dalam ruangan, dan memperpanjang jam malam hingga pukul 9 petang. Meskipun kasus di Indonesia sedang meningkat, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah berusaha melindungi masyarakat sambil mempertimbangkan ekonomi negara.

KESULITAN FINANSIAL

Menurut laporan Global Voices, langkah untuk memperpanjang PPKM disusul dengan banyak kritik dan protes seiring warga menghadapi kesulitan ekonomi dan sosial karena penguncian. Banyak netizen mengeluh di media sosial Twitter untuk menyoroti kurangnya dukungan pemerintah di tengah pembatasan COVID-19.

Menurut Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Asfinawati, banyak yang menduga pemerintah terus menghindari pelabelan pembatasan COVID-19 sebagai “karantina wilayah”, karena label itu akan mengharuskan mereka untuk memberikan peningkatan bantuan dan dukungan sosial kepada warga, sesuai dengan undang-undang tentang karantina dan kesehatan masyarakat.

Yuni, yang bekerja sebagai petugas kebersihan di Jakarta, mengatakan kepada Australian Broadcasting Network, “Jika pemerintah meminta kami untuk tinggal di rumah, mereka harus memberi kami subsidi keuangan. Namun, pada kenyataannya, itu hanya janji kosong. Sampai sekarang saya tidak pernah menerima apa-apa.”

Program bantuan sosial Indonesia telah dirusak skandal dalam beberapa bulan terakhir karena Menteri Sosial saat itu Juliari Batubara dari pejabat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), dituduh menggelapkan 2,7 triliun rupiah dari program bantuan sosial dan ditangkap pada Juni 2021. Juliari sejak itu dijatuhi hukuman sebelas tahun penjara.

Namun bahkan sebelum skandal itu, banyak warga mempermasalahkan program bantuan negara dan melaporkan korupsi yang meluas.

Dalam wawancara dengan The Guardian, koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta Eni Rochayati mengatakan, “Pemerintah mengatakan kami akan mendapatkan 300 ribu rupiah, tetapi tahun lalu kami hanya menerima sekitar 120 ribu rupiah. Ketika kami menerimanya, kami masih harus membaginya dengan tetangga lain yang tidak mendapatkannya.”

Dikutip dari Global Voices, beberapa kota melaporkan kerawanan pangan dan lonjakan harga besar-besaran sebagai akibat dari pembatasan pergerakan dan terputusnya rantai pasokan.

Eni membahas kesulitan penguncian wilayah pada komunitas termiskin di Indonesia.

“Orang-orang kaya dapat tinggal di rumah mereka dengan mengandalkan pendapatan bulanan mereka. Namun, kami harus keluar rumah untuk mencari uang setiap hari. Jika kami tidak melakukannya, anggota keluarga kami yang masih sehat akan jatuh sakit karena kelaparan. Tetap di rumah, memakai masker, menjaga jarak, semua itu tidak akan berhasil jika kami kelaparan. Kami tidak hidup sendiri. Kami memiliki keluarga, anak-anak yang harus diberi makan.”

Banyak relawan dan organisasi masyarakat telah melakukan tindakan swadaya di tengah ketidakhadiran pemerintah. Netizen Twitter berduyun-duyun meramaikan tagar #wargabantuwarga dan #salingjaga untuk menawarkan bantuan seperti paket perawatan gratis hingga transportasi, uang, dan sumbangan beras.

Seiring pandemi COVID-19 di Indonesia mendekati puncaknya, jenis kepedulian masyarakat semacam itu sudah mungkin menjadi norma, ketika jaring pengaman keuangan negara tertekan dan lebih banyak bisnis terpaksa tutup di tengah pembatasan pergerakan, Global Voices menyimpulkan.


Berita Lainnya :


Anda mungkin tertarik :

Komentar

Kirim komentar anda dengan :



Tutup

Berlangganan Email

Dapatkan newsletter, kami kirimkan ke email anda

  


Keluar